(Report : Sosialisasi Jajanan Sehat Di SDN Tanjung Pagar IV Banjarmasin)
Sudah hampir
tiga bulanan draft tulisan saya ini terbengkalai di netbook.
Setelah dirasa cukup mengumpulkan mood, alhasil gatel juga untuk
melanjutkan. Sebenarnya sih bukan isu baru tema yang saya angkat, di media
massa sudah sering wara-wiri dibahas. Ya, barangkali ada yang masih acuh, maka
sekedar berbagi dengan para pembaca yang kebetulan mampir di blog saya,
sekalian berharap dapat menginspirasi melakukan hal yang sama. Ceilaaahh...
Pada Sabtu, 10 November lalu saya dengan keempat rekan sekampus menyambangi
sebuah sekolah di ujung Kelayan B Timur. Bangunan sekolah yang berbentuk
persegi empat itu hanya memiliki 6 buah kelas untuk belajar. Begitu pun jumlah
siswa dan pengajar yang simpel untuk sekolah imut itu.
Sejak pertama kalinya menginjakkan kaki disana hal lucu langsung kami dapat. Tak
hilang dari ingatan ketika kami baru saja memarkir motor di halaman, tiba-tiba
saja beberapa anak menghampiri, “Ka, kami jangan disuntik ya...” Plus disertai
mimik muka memelas dan penuh kekhawatiran. Maklum lah, dengan seragam lengkap
seperti itu kami disangka perawat atau bidan yang dipanggil pihak sekolah untuk
melaksanakan bulan imunisasi.
Kedatangan kami untuk melaksanakan penyuluhan kesehatan tentang sosialisasi
penerapan jajanan sehat, juga sebagai persyaratan lulus mata kuliah Praktikum
Kesehatan. Mengadakan penyuluhan kesehatan yang bertema ‘Sosialisasi Penerapan
Jajanan Sehat’ bagi siswa SD adalah salah satu upaya yang tepat, baik untuk
pihak sekolah juga bagi pihak lainnya seperti pedagang jajanan dan orangtua
murid. Namun, sayang dengan jumlah penyuluh dan peralatan kami yang terbatas,
maka cakupan penyuluhan kami hanya kepada murid dan guru sekolah.
Ilustrasi kegiatan jajan |
Di Banjarmasin sendiri, kerap dijumpai kebiasaan masyarakat mengonsumsi jajanan
tak sehat. Contohnya antara lain bakso dengan saos yang banyak mengandung
rhodhamin-B, goreng-gorengan pemacu kolesterol, minuman manis berpengawet dan
pewarna kimia. Termasuk di dalamnya masalah cara pembuatan sampai penyajian
makanan yang kurang higienis.
Sebenarnya lumayan membuat stress tugas dosen kali ini. Apalagi buat saya yang
sejujurnya tak terlalu vokal berbicara di depan publik, sempat menolak
dijadikan lead vocal *ceilaah, kayak band ajee!. Tapi apa boleh buat,
kali ini amanah dan kepercayaan rekan-rekan pula lah mendorong saya
melakukannya. “Semua akan baik-baik saja!” Bisik saya dalam hati. Padahal
gugupnya setengah hidup rasanya. Hufft...
Saya kira seorang trainer atawa motivator sekaliber Mario Teguh pernah keseleo
lidah kala berbicara di depan audiens nya. Itupun yang terjadi pada diri saya,
tanpa sengaja saya bilang penyakit akibat tikus adalah tifus, harusnya ‘Pes’.
Anak-anak yang duduk manis sebagai audiens setia manggut-manggut saja, walaupun
sebagian besar juga ada yang melongo, entah faham atau tidak. Saya jadi ngarep
bagian itu di Ctrl+Z saja!
Memberi penyuluhan kesehatan kepada anak-anak memang gampang-gampang susah.
Gampangnya, para kader kesehatan masyarakat hanya perlu cerdas memikirkan cara
berkomunikasi yang sesuai daya pikir anak. Mereka antusias kala ditampilkan
animasi yang semalam sebelumnya saya download tentang anak yang suka
jajan sembarangan, hingga terlihat di layar LCD anak itu mengalami diare dan
harus berobat ke dokter. Ilustrasi yang sesuai bisa menjadi media yang memudahkan
bahkan juga melengkapi kegiatan penyuluhan.
Sedangkan kendalanya, hal ini hampir semua dialami oleh rekan-rekan dari
kelompok lain, yakni perkara ‘kebisingan’ yang membahana. Ya namanya juga
anak-anak, HERI alias heboh sendiri. Sebagai pelaku cuap-cuap di depan audiens
cilik yang dikumpulkan dalam satu kelas, saya cukup dibuat jengkel kala harus
menyesuaikan volume suara saya yang menggunakan microphone agar
terdengar oleh mereka. Sesekali saya harus menegur agar mereka tenang. Oke,
tidak sulit mereka anak-anak yang penurut. Fokus saya cuma satu, tidak lagi
tentang ini semua cepat selesai atau tidak, namun bagaimana informasi yang
disampaikan dapat diterima oleh mereka. Dan mungkin saya mulai menyukai
kegiatan ini.
Sekitar satu jam penyuluhan kesehatan di sekolah tersebut berakhir, rasanya
cepat sekali. Ternyata tak sesulit yang kubayangkan, meskipun sebelumnya harus
bergulat demi mengalahkan sindrom ‘puteri malu’. Alhamdulillah lancar, malah
ketagihan.
Baiklah, sekian reportasi saya kali ini. Upaya pencegahan penyakit bukan hanya
tugas utama para kader kesehahatan masyarakat dengan kegiatan preventif dan
promosinya, namun juga tanggungjawab lintas sektor. Dari pemerintah hingga diri
masyarakat itu sendiri. Penting pihak sekolah dan orangtua memantau apa yang
anak atau adik-adik kita konsumsi di luar rumah. Bekali mereka dengan informasi
yang cukup dan bekali juga dengan makanan sehat yang dibuat sendiri dari rumah.
Mencegah penyakit lebih baik, bukan begitu? ^_^
***
NB :
- Terimakasih banyak kepada pihak SDN Tanjung Pagar IV yang welcome banget pada kami. Anak-anaknya lucu dan santun semua. *jadi kangen*
- Thanks juga buat temen-temen yang udah ikhlas ngebantu terlaksananya tugas ini walopun serba terbatas, tapi aku salut atas kerja kerasnya.
- Thanks juga buat yg berepot-repot ria ngebaca note aku. Sorry foto sama video belum dapet izin dipublish, jd gak disertain. Semoga bermanfaat. Piiiis!