Cerita yang kita punya
Takkan ada jika tak percaya...
Sebait potongan lagu dari band Letto membuat saya sering teringat kegiatan-kegiatan yang saya lakukan dengan para sahabat ‘agent pelopor Islam dari kampus Al-Banjariyaat’. Hampir setengah waktu dalam sehari bersama mereka di dua bulan terakhir ini, sungguh intensitas pertemuan yang cukup banyak dengan mereka. Bosan? Tentu saja tidak.
Mulai acara Seminar Rajab, kemudian GERAK alias gema ramadhan kampus, dilanjutkan dengan wisata religi sambil rihlah sebentar mengusir kepenatan setelah berjibaku dengan dua acara sebelumnya, terlaksanalah agenda pilihan yakni ziarah ke makam waliyullah di kota Martapura. Lantas, setelah itu para agent masih harus disibukkan dengan agenda sambut MABA (mahasiswa baru) di kampus tercinta. Langkah ‘plus-plusan’ sambil mengenalkan mereka dengan eksistensi KDK Al-Karomah sebagai lembaga dakwah the one and only di kampus, para bibit baru pengemban dakwah di follow-up dengan sedikit rayuan (baca: promosi gencar-gencaran) akan acara Training Motivasi. Semua agenda harus terlaksana sesuai konsekuensi bahkan dalam waktu yang berdekatan. Kali ini benar-benar menguras pikiran dan tenaga. Para agent hampir tak punya waktu santai!
Salah satu kegiatan yang sangat bermakna, sebulan penuh menjalankan program kerja GERAK, melelahkan fisik sekaligus menyenangkan hati. Ada saja keceriaan yang saya rasakan bersama para sahabat. Menyiapkan menu berbuka ditemani derai tawa, kegaduhan yang tak terelakkan saat kucing-kucing manis ikut nimbrung, atau saat cemberut berjamaah sewaktu kehabisan jatah berbuka. Semua lumrah dan biasa dilewati tatkala berusaha profesional menjalankan amanah.
Rasa lelah tersebut tak menjadi penghalang untuk menyebarkan nafas Islam, bukan. Sebuah cita-cita besar oleh semua agent pelopor sejak dari angkatan baheula hingga sekarang. Kampus tersayang bagga menyandang embel Islam, yang dirasakan kurang terwujud. Harapan bersama agar nilai-nilai keislaman yang mulia merata di seluruh pelosok kampus.
Bahagianya jika para gadis kampus menjadi mulia dan semakin berharga serta aman berseliweran dengan kerudung panjang dan baju lebar mereka. Para lelaki juga terjaga pandangan dan hatinya akan sosok-sosok indah yang selalu tampak diujung sorot mata mereka. Ingin semuanya terjaga, menjaga dan dijaga oleh aturan syar’ie. Sebuah aturan induk semang dari segala aturan dan norma yang baik. Aturan yang mutlak, mengikat, namun menguntungkan. Yang takkan pernah merugikan individu atau kelompok manapun, selama ikhlas dijalankan, yakni aturan yang berasal dari Allah dalam Al-Qur’an al-karim.
Keinginan yang tak hanya sekedar harapan kosong belaka, bersama sahabat akan selalu berusaha take action menyebarkan kebanggaan akan nilai keislaman. Walau dirundung berbagai keterbatasan dalam melangkah, para pelopor masih berbekal keyakinan dan semangat untuk memperjuangkan mimpi besarnya. Yeah!!!
Sedikit terinspirasi dari kata-kata Profesor BJ.Habibie, “Tuhan menganugerahkan kepada manusia otak, hati nurani dan energi. Ketiganya mestilah digunakan dalam relasi yang pantas. Tapi tentunya sangat ditentukan pula oleh faktor-faktor lingkungan. Kalau lingkungan jelek, ya susah. Kebetulan bagi saya sesuatunya menguntungkan”. Akhir-akhir ini sudah sering saya katakan kepada sahabat saya bahwa lingkungan yang kondusif adalah faktor awal saya memberdayakan diri untuk jadi lebih baik. Apa yang saya harapkan, kemungkinan akan mudah saya upayakan asalkan lingkungannya mendukung.
Kepercayaan besar para sahabat dalam memberikan amanah kepada saya, turut serta memberikan kontribusi pembelajaran dan hikmah untuk berusaha menjadi pribadi yang lebih baik. Memupuk minat akan organisasi. Belajar untuk mengoptimalkan kemampuan. Segalanya dapat terealisasi dari langkah kecil-kecilan saya yang fakir ilmu ini yang nekat melibatkan diri di kegiatan-kegiatan yang terlaksana.
Jika ada acara temu pandang Orang Modal Nekat, maka salah satu kandidatnya itu ya saya. Tapi, saya tak mau berlama-lama hanya bermodal kenekatan saja terjun dalam bidang kali ini. Prinsip sambil menyelam minum air saya terapkan. Toh, seringkali dikritik karena salah membuat surat-menyurat sudah kenyang saya telan. Mungkin itulah cara Allah memberi saya pembelajaran. Alhamdulilllah ya.. juga ada komando moril a.k.a suntikan semangat dari para sahabat, dan itu sudah cukup membuat saya SEMAKIN NEKAAAAT!! hahaha, maaf saya curcol again. :P
Namun, dibalik sekumpulan keluhan karena lelah mendera hati dan badan, tak bisa diindahkan jika tak ada kegiatan tanpa menyisakan kesan di hati para agent, termasuk saya pribadi. Menerjunkan diri dalam wadah dakwah bersama para sahabat membuat saya merumuskan kesan tersendiri. Penat menjadi senyuman, keluhan berubah jadi deraian canda tawa, bertransformasi menjadi sebuah kisah manis yang insya Allah akan saya simpan di kotak memori otak hingga kapanpun saat diri ini masih diizinkan Allah untuk mampu mengingatnya.
Berteman tanpa kemunafikan. Tak berlaku bagi saya jika terlibat dalam agenda persahabatan hanya karena terinspirasi teori simbiosis mutualisme. Tak ubahnya bagai konspirasi mini yang konyol. Insya Allah, saya diyakinkan akan langkah yang diarahkan saat ini. Sebuah persahabatan dalam makna sesungguhnya. Persahabatan yang tanpa disertai embel memaksa peroleh keuntungan dari orang lain, baik materil maupun non-materil. Apalagi berinisiatif pasang wajah manis di depan, namun budaya ‘sikut-menyikut’ masih kentara. Hanya persahabatan oleh rasa kasih karena Allah, karena aqidah Islam. persahabatan yang kuat untuk membantu mengarungi samudera iman, dan itulah ‘rasa enak’ persahabatan yang betul-betul ingin terus-menerus saya kecap. Aamiin Yaa Allah...
‘Rasa enak’ persahabatan yang dilandasi keimanan kepada Allah akan bertahan tak pandang batas waktu. Saya percaya itu. Rasa enak yang melebihi saat lidah saya asyik menikmati Mie Ayam langganan di dekat kampus yang berpadu sayur sawi segar, kerenyahan pangsit, kenyalnya mie, atau gurihnya potongan daging ayam dalam seporsi mie kesukaan saya itu. Baik yang saya pesan full, maupun setengah harga karena ingin hemat. Haha. Semua itu akan bercerita kembali dalam ingatan saya tentang kekomplitan paduannya, dimana komponen kelezatan berbaur dalam satu komposisi bahan yang pas. Karena itu ada dan saya percaya. Seperti cerita dalam semangkuk mie ayam... ^_^
Banjarmasin, 14 September 2011
Pukul 00.01.
Jenk Happily Ever After
Kamis, 15 September 2011
Minggu, 14 Agustus 2011
Menjadikan Grup Bukan Sebagai 'Bak Sampah'
Teringat sebuah mimpi seorang perempuan pada kemarin malam, seekor kalong yang ditangkapnya, setengah sengaja diguntingnya salah satu sayapnya. Lalu, kalong itu berusaha terbang ke atas, lantas goyah dan jatuh mengenainya. Perempuan itu sontak kaget, jatuhnya kalong itu tepat di bahu kanannya. Geli, takut, tapi itulah akibat ulahnya pada kalong tak berdosa.
Sudah dua hari dua malam ini ia bermimpi aneh. Bangun-bangun badan selalu terasa lelah, seperti habis bergulat dalam mimpi buruk. Terjaga tiba-tiba dan kaget seketika, apa gerangan makna dari bunga-bunga tidurnya tersebut. Belakangan ia mulai bisa menebak makna mimpinya tersebut.
Subuh hari, setelah sahur ia memutuskan untuk online saja di depan laptopnya. Membuka situs terfavorit orang-orang zaman sekarang. Facebook. Salah satu grup yang cukup ia ikuti perkembangannya, menarik perhatiannya terhadap salah satu postingan. Seseorang menuliskan suatu keluhan, tulisan itu memang sudah ada beberapa hari sebelumnya. Namun, komentar dari para komentator masih berlangsung hingga kemaren. Entah untuk apa keluhan tersebut dibuat, terlalu beresiko bagi seseorang memposting sesuatu yang nantinya akan dibaca oleh ‘para petinggi’ grup tersebut. Isinya cukup kontroversial.
Awalnya perempuan itu masih enjoy menanggapi pernyataan miring itu. Namun, akhirnya gatal juga ingin mengerjai si pemosting yang ngasal dan ngalor ngidul. Hingga ia secara sadar berulah di status facebook yang bertujuan membalas dengan kalimat tak kalah pedas. Wajar perempuan itu merasa kali ini tersulut oleh tudingan miring orang lain. Karena tulisan tersebut bukan hanya ditujukan untuk dirinya sendiri, tapi juga instansi yang kini getol diikutinya. Merasa mulai menyukai wadah yang menampung aspirasi dan potensinya, juga tempatnya bergaul dengan orang-orang yang tidak hanya mementingkan keduniawian, tapi juga kehidupan ukhrawi. Barang tentu perempuan itu akan mencoba ‘meluruskan’ pernyataan miring orang lain yang menyudutkan.
Status terposting. Sejam berikutnya seseorang yang ia kenal, salah satu rekan sesama organsator mengomentarinya. Awalanya ambigu. Perempuan itu mengira rekannya ini ingin menegur, yah sebutlah agar tak usah menanggapinya dengan emosi. Sudah kepalang tanggung. Blak-blakan lah akhirnya. Ia kecewa, mengapa maksudnya disalahartikan sendiri oleh rekannya itu. Begitu pula dengan rekannya yang lain meminta klarifikasi.
Apa ia disangka membuat pernyataan kontroversial? Toh, kalimat yang terlontar dari instansi lain yang ada di grup itupun jauh lebih nyelekit. Kenapa harus dipermasalahkan? Dan kenapa pula yang lain hanya berdiam diri, tak ingin segera meluruskan anggapan miring? Perempuan itu merasa, status facebook tak selalu memberikan dampak efektif untuk memperbaiki sesuatu yang kadung tenggelam dalam stigma negatif. Ia sedikit kecewa.
Grup penampung aspirasi sampah, begitu ia sebut! Ironis. Ditengah demokrasi yang diagung-agungkan, kehidupan beragama yang masih dijunjung. Ternyata masih ada entitas mininya yang senang menghujat tanpa alasan jelas. Katanya menampung aspirasi, tapi banyak luakan ludah yang tertampung. Tanpa penyelesaian pasti oleh ‘petinggi-petinggi’nya. Apa mereka acuh, atau bahkan setuju dengan pelbagai pernyataan yang terlontar? Lantas, kehidupan menghargai agama seperti apa yang ada dalam persepsi mereka? Yang didepan tersenyum dengan para ikhwan-akhwat yang baru saja keluar dari masjid, kemudian diam-diam dibelakang berkata “...orang-orang yang berlindung di balik agama”. What!
Senegatif itukah pikiran mereka. Jika mereka para aktivis yang merasa cerdas pemikiran, mantap retorikanya, organisator mumpuni, ahli orasi, singa muda podium, pembawa arus perubahan... Lantas, mengapa tak cerdas mengolah informasi dengan sebaiknya. Tak tahu persis duduk persoalan, berbicara sesuka hati.Disuruh 'duduk bersama' saja enggan, akibatnya opini pragmatis bernada provokasi terangkai.
Bulan ramadhan yang datang tahun ini terasa berbeda bagiku, kekuatanku terkuras untuk menahan gejolak emosi hati, bukan lagi menahan keinginan membludak untuk mencicipi segarnya rasa es buah atau mantapnya nasi sop Banjar yang mengenyangkan.
Rasa sayang dan pembelaanku terhadap teman-teman yang kuhargai, menggerakkanku membalas pihak-pihak yang hanya mampu terbahak-bahak di dunia ini. Aku tahu pasti apa yang kulakukan, mungkin menuai resiko yang tak terbayangkan. Entah cacian dari sahabatku sendiri, tersingkir dari instansi, kepercayaan mereka yang menipis, entah apapun itu. Hanya Allah yang Maha Mengetahui.
Perempuan itu merenungi apa yang telah dan akan terjadi. Acara buka puasa kemarin ia sengaja tak hadir, bukan takut menghadapi rekan-rekan. Hanya belum saatnya menjelaskan problemanya. Emosinya sedang mudah tersulut sekarang. Entah kenapa. Ia juga tak begitu mengerti mengapa dirinya mampu blak-blakan, berani mengambil kemungkinan yang tak menyenangkan.
Ya, ia akui bahwa tindakannya mungkin saja menimbulkan ancaman. Seperti pepatah, karena nila setitik rusak susu sebelanga. Seandainya semua tahu, ia sama sekali tak bermaksud meruntuhkan apa yang kini perlahan dibangun olehnya dan teman-temannya. Jauh dalam lubuk hati, kebanggaan bisa bersama orang-orang seperti mereka. Yang mau menghargai dirinya yang mencoba membangun diri walau dimulai dengan merangkak.
Jika mereka mengira ini tindakan bodoh permpuan itu, ia sadar bahwa ia sesungguhnya manusia biasa yang tak bisa lepas dari bayang-bayang dosa. Bisa terjungkir saat mulai belajar berjalan, bemetamorfosa dari ulat kecil lemah menjadi kupu-kupu yang siap terbang yang kuat menantang deras angin. Ia akan berubah suatu saat, tapi tak sendiri. Tentu bersama calon kupu-kupu lainnya.
Tebersit lagi slide-slide mimpiku kemarin malam, sebuah motor kesayanganku yang kutinggalkan sendiri diparkiran. Sekembaliku, sudah ada yang mempreteli onderdil dan memberantaki sekitar motorku. Fatal, jok nya saja raib entah kemana. Setelah kucari ternyata jatuh ke sungai. Saat itu hujan turun deras, aliran sungai menghanyutkan jok kesayanganku. Berusaha sekuat tenaga kujangkau, tapi tak bisa. Baru setelah ku nekad menyeburkan diri ke air untuk mengambil jok yang tersangkut di tumpukan pohon pisang yang tumbang. Akhirnya aku dapat juga. Walau aku sadar, aku telah terlanjur membasahi pakaianku dan bergulat dengan ketakutanku di tengah badai. Demi jok motorku, tempat duduk yang membuatku nyaman saat berkendara...
Perlahan, one by one ia mulai menebak makna mimpi-mimpi yang dialami. Mungkin sebaiknya perempuan itu tak perlu blak-blakan menanggapi ocehan sampah oknum nakal. Walau lidah akan lebih tajam daripada pedang, ia juga bisa berubah lebih lembut dari sehelai sutera sekalipun jika kata-kata baik yang terlontar. Ia akan berusaha mengubah persepsi, meski manajemen emosi tak jarang keteter. Berusaha melawan para serdadu usil yang perlu pelurusan pemahaman itu, walau komandan mereka sepertinya tak berusaha mengurusi tingkah mereka. ^_^
Dia tak mau apa yang dibangunnya perlahan bersama rekannya, luluh lantak dan sia-sia. Hanya karena badai kecil yang menggores ujung kuku. Ya sudahlah, semoga masih terekam kuat sampai kapanpun jika, guguk berkicau, para pemenang tetap berlalu... hahaha
Sudah dua hari dua malam ini ia bermimpi aneh. Bangun-bangun badan selalu terasa lelah, seperti habis bergulat dalam mimpi buruk. Terjaga tiba-tiba dan kaget seketika, apa gerangan makna dari bunga-bunga tidurnya tersebut. Belakangan ia mulai bisa menebak makna mimpinya tersebut.
Subuh hari, setelah sahur ia memutuskan untuk online saja di depan laptopnya. Membuka situs terfavorit orang-orang zaman sekarang. Facebook. Salah satu grup yang cukup ia ikuti perkembangannya, menarik perhatiannya terhadap salah satu postingan. Seseorang menuliskan suatu keluhan, tulisan itu memang sudah ada beberapa hari sebelumnya. Namun, komentar dari para komentator masih berlangsung hingga kemaren. Entah untuk apa keluhan tersebut dibuat, terlalu beresiko bagi seseorang memposting sesuatu yang nantinya akan dibaca oleh ‘para petinggi’ grup tersebut. Isinya cukup kontroversial.
Awalnya perempuan itu masih enjoy menanggapi pernyataan miring itu. Namun, akhirnya gatal juga ingin mengerjai si pemosting yang ngasal dan ngalor ngidul. Hingga ia secara sadar berulah di status facebook yang bertujuan membalas dengan kalimat tak kalah pedas. Wajar perempuan itu merasa kali ini tersulut oleh tudingan miring orang lain. Karena tulisan tersebut bukan hanya ditujukan untuk dirinya sendiri, tapi juga instansi yang kini getol diikutinya. Merasa mulai menyukai wadah yang menampung aspirasi dan potensinya, juga tempatnya bergaul dengan orang-orang yang tidak hanya mementingkan keduniawian, tapi juga kehidupan ukhrawi. Barang tentu perempuan itu akan mencoba ‘meluruskan’ pernyataan miring orang lain yang menyudutkan.
Status terposting. Sejam berikutnya seseorang yang ia kenal, salah satu rekan sesama organsator mengomentarinya. Awalanya ambigu. Perempuan itu mengira rekannya ini ingin menegur, yah sebutlah agar tak usah menanggapinya dengan emosi. Sudah kepalang tanggung. Blak-blakan lah akhirnya. Ia kecewa, mengapa maksudnya disalahartikan sendiri oleh rekannya itu. Begitu pula dengan rekannya yang lain meminta klarifikasi.
Apa ia disangka membuat pernyataan kontroversial? Toh, kalimat yang terlontar dari instansi lain yang ada di grup itupun jauh lebih nyelekit. Kenapa harus dipermasalahkan? Dan kenapa pula yang lain hanya berdiam diri, tak ingin segera meluruskan anggapan miring? Perempuan itu merasa, status facebook tak selalu memberikan dampak efektif untuk memperbaiki sesuatu yang kadung tenggelam dalam stigma negatif. Ia sedikit kecewa.
Grup penampung aspirasi sampah, begitu ia sebut! Ironis. Ditengah demokrasi yang diagung-agungkan, kehidupan beragama yang masih dijunjung. Ternyata masih ada entitas mininya yang senang menghujat tanpa alasan jelas. Katanya menampung aspirasi, tapi banyak luakan ludah yang tertampung. Tanpa penyelesaian pasti oleh ‘petinggi-petinggi’nya. Apa mereka acuh, atau bahkan setuju dengan pelbagai pernyataan yang terlontar? Lantas, kehidupan menghargai agama seperti apa yang ada dalam persepsi mereka? Yang didepan tersenyum dengan para ikhwan-akhwat yang baru saja keluar dari masjid, kemudian diam-diam dibelakang berkata “...orang-orang yang berlindung di balik agama”. What!
Senegatif itukah pikiran mereka. Jika mereka para aktivis yang merasa cerdas pemikiran, mantap retorikanya, organisator mumpuni, ahli orasi, singa muda podium, pembawa arus perubahan... Lantas, mengapa tak cerdas mengolah informasi dengan sebaiknya. Tak tahu persis duduk persoalan, berbicara sesuka hati.Disuruh 'duduk bersama' saja enggan, akibatnya opini pragmatis bernada provokasi terangkai.
Bulan ramadhan yang datang tahun ini terasa berbeda bagiku, kekuatanku terkuras untuk menahan gejolak emosi hati, bukan lagi menahan keinginan membludak untuk mencicipi segarnya rasa es buah atau mantapnya nasi sop Banjar yang mengenyangkan.
Rasa sayang dan pembelaanku terhadap teman-teman yang kuhargai, menggerakkanku membalas pihak-pihak yang hanya mampu terbahak-bahak di dunia ini. Aku tahu pasti apa yang kulakukan, mungkin menuai resiko yang tak terbayangkan. Entah cacian dari sahabatku sendiri, tersingkir dari instansi, kepercayaan mereka yang menipis, entah apapun itu. Hanya Allah yang Maha Mengetahui.
Perempuan itu merenungi apa yang telah dan akan terjadi. Acara buka puasa kemarin ia sengaja tak hadir, bukan takut menghadapi rekan-rekan. Hanya belum saatnya menjelaskan problemanya. Emosinya sedang mudah tersulut sekarang. Entah kenapa. Ia juga tak begitu mengerti mengapa dirinya mampu blak-blakan, berani mengambil kemungkinan yang tak menyenangkan.
Ya, ia akui bahwa tindakannya mungkin saja menimbulkan ancaman. Seperti pepatah, karena nila setitik rusak susu sebelanga. Seandainya semua tahu, ia sama sekali tak bermaksud meruntuhkan apa yang kini perlahan dibangun olehnya dan teman-temannya. Jauh dalam lubuk hati, kebanggaan bisa bersama orang-orang seperti mereka. Yang mau menghargai dirinya yang mencoba membangun diri walau dimulai dengan merangkak.
Jika mereka mengira ini tindakan bodoh permpuan itu, ia sadar bahwa ia sesungguhnya manusia biasa yang tak bisa lepas dari bayang-bayang dosa. Bisa terjungkir saat mulai belajar berjalan, bemetamorfosa dari ulat kecil lemah menjadi kupu-kupu yang siap terbang yang kuat menantang deras angin. Ia akan berubah suatu saat, tapi tak sendiri. Tentu bersama calon kupu-kupu lainnya.
Tebersit lagi slide-slide mimpiku kemarin malam, sebuah motor kesayanganku yang kutinggalkan sendiri diparkiran. Sekembaliku, sudah ada yang mempreteli onderdil dan memberantaki sekitar motorku. Fatal, jok nya saja raib entah kemana. Setelah kucari ternyata jatuh ke sungai. Saat itu hujan turun deras, aliran sungai menghanyutkan jok kesayanganku. Berusaha sekuat tenaga kujangkau, tapi tak bisa. Baru setelah ku nekad menyeburkan diri ke air untuk mengambil jok yang tersangkut di tumpukan pohon pisang yang tumbang. Akhirnya aku dapat juga. Walau aku sadar, aku telah terlanjur membasahi pakaianku dan bergulat dengan ketakutanku di tengah badai. Demi jok motorku, tempat duduk yang membuatku nyaman saat berkendara...
Perlahan, one by one ia mulai menebak makna mimpi-mimpi yang dialami. Mungkin sebaiknya perempuan itu tak perlu blak-blakan menanggapi ocehan sampah oknum nakal. Walau lidah akan lebih tajam daripada pedang, ia juga bisa berubah lebih lembut dari sehelai sutera sekalipun jika kata-kata baik yang terlontar. Ia akan berusaha mengubah persepsi, meski manajemen emosi tak jarang keteter. Berusaha melawan para serdadu usil yang perlu pelurusan pemahaman itu, walau komandan mereka sepertinya tak berusaha mengurusi tingkah mereka. ^_^
Dia tak mau apa yang dibangunnya perlahan bersama rekannya, luluh lantak dan sia-sia. Hanya karena badai kecil yang menggores ujung kuku. Ya sudahlah, semoga masih terekam kuat sampai kapanpun jika, guguk berkicau, para pemenang tetap berlalu... hahaha
Senin, 11 Juli 2011
When love must go on
Mengapa yang sudah dekat terasa masih jauh
Aku dipaksa waktu untuk menanti
Kembali merintih karena luka yang baru saja
tertoreh
Mengapa yang lembut terasa begitu kasar
Aku dipaksa memadamkan lilin cinta sendirian
Rundungan gelisah dan pilu menyatu
di hati
Aku takkan bisa mencegah yang kugenggam terlepas
begitu saja
Ini kejam...
Ini perih...
Realita memisahkannya dari mimpi
Kita hanya mampu menebak-nebak
Hanya dapat menjalaninya
Tersenyum saat semua terasa manis
Menangis saat semua terasa pahit
Menunggu ketika harus menunggu
dan pergi ketika harus pergi...
Banjarmasin, 17 Mei 2011
Selasa, 22 Maret 2011
Akankah Ia Calon Imamku
Apa yang bisa kukatakan. Pertemuan kembali setelah bertahun-tahun lalu, kini sejak Agustus 2010, Allah tumbuhkan yang ada dalam hati. Karena kelembutan ia, perhatiannya, membuatku merasa dihargai dan dijaga. Tentu karena Allah...
Ia mengajari bagaimana mencintai dalam kesederhanaan. Cinta yang menawarkan kelembutan, tak sedih dan khawatir saat berjauhan, dan cinta yang disertai kepatuhan kepada-Nya.
Ia ingin aku siap menjadi wanita yang pantas dicintai. Maka, aku juga ingin ia menjadi laki-laki yang tak hanya pantas untuk dicintai seseorang.. tapi, juga pantas dicintai banyak orang.
Kepada Sang Pemilik Cinta, jaga ia dan hatinya selalu...
Jauh ia berada disana, Engkaulah yang akan mendekatkan kami. Walau lautan berkilo-kilo meter memisah daratan tempatku berpijak, perbedaan waktu yang terjadi, pantaskan aku berada dalam daftar orang tepilih di hatinya...
Untuk seseorang yang berada di pulau seberang.
Semoga selalu dalam kasih sayang Allah SWT. amiin.
Banjarmasin, 22 Maret 2011
Cinta Tak Mau Kenal Perbedaan Kah?
Cinta tak kenal perbedaan
Tapi, ada saja hal yang mengharuskan
cinta itu tak menyatu
Karena perbedaan tak ingin mengenal
apa itu cinta
Apa cinta hanya mengenal kata sama, serupa,
serumpun, sekufu, semanhaj
Bukankah kita dibawah naungan langit biru
yang sama
Bukankah jika malam tiba kita sama-sama
dapat memandang bintang di langit yang sama
Bukankah kita berdoa kepadaNya
dengan cara yang sama...
Bahkan, kita masih dalam aqidah yang sama...
Cinta memang tak kenal perbedaan
Tapi, perbedaanlah yang jadi tembok penghalang
yang terbentang dari utara ke selatan bumi
Perbedaan itulah yang membuatku akan menyerah
Memadamkan lilin cinta sendirian
Menghapuskan cerita tentang cinta yang pernah ada
Karena cinta hanya berharap bertemu yang persis
dengannya...
Banjarmasin, 6 Maret 2011
Tapi, ada saja hal yang mengharuskan
cinta itu tak menyatu
Karena perbedaan tak ingin mengenal
apa itu cinta
Apa cinta hanya mengenal kata sama, serupa,
serumpun, sekufu, semanhaj
Bukankah kita dibawah naungan langit biru
yang sama
Bukankah jika malam tiba kita sama-sama
dapat memandang bintang di langit yang sama
Bukankah kita berdoa kepadaNya
dengan cara yang sama...
Bahkan, kita masih dalam aqidah yang sama...
Cinta memang tak kenal perbedaan
Tapi, perbedaanlah yang jadi tembok penghalang
yang terbentang dari utara ke selatan bumi
Perbedaan itulah yang membuatku akan menyerah
Memadamkan lilin cinta sendirian
Menghapuskan cerita tentang cinta yang pernah ada
Karena cinta hanya berharap bertemu yang persis
dengannya...
Banjarmasin, 6 Maret 2011
Jumat, 18 Februari 2011
Ingin Kuantarkan Cinta ke Muara yang Tepat...
Bismillahirrahmaanirrahim...
Tak enak rasanya harus mencurhatkannya di hadapan orang lain secara langsung, lebih baik aku tulis saja di sini. Masalah kemudian dibaca oleh orang lain, itu tak masalah. Silakan. Aku hanya ingin membuat perasaanku plong. Maaf, jika terdengar egois. Namun, jika si pembaca merasakan hal yang sama dengan yang kurasakan, semoga ini bisa menjadi setitik pencerah atau sekedar hiburan saja. Karena ini tentang CINTA.. cinta terpendam yang berharap dapat bermuara di tempat yang tepat. ^_^
Baru saja cinta itu datang menghampiri hatiku, singgah sebentar, kemudian membekas di hamparan perasaan, lalu pergi begitu saja pergi bersama bayangannya.
Aku sudah bertekad untuk menerima dari kekurangan hingga lebihnya. Cinta yang membahagiakanku dikala Rabbi memberinya kebaikan untuk mengarahkan ia berada di jalur yang benar. Senantiasa berusaha menghindari yang bukan haknya dan mencoba meraih mimpi yang masih misteri baginya.
Cinta satu ini cukup istimewa bagiku. Ia pilih jalan yang sederhana untuk hidupnya. Membiarkan dirinya terlepas dari berhamba pada dunia. Meninggalkan apa yang disenangi banyak orang. Berusaha meraih apa yang Rabbi berikan untuknya.
Dia...
Cinta yang mencintai Rabb-nya. Cinta yang mencintai Ibunya. Cinta yang mencintai ilmunya. Cinta yang menghargai hidupnya. Maka, buatlah aku berada dalam daftar cintanya. Aku ingin, meskipun malu mendominasiku untuk diam tak mengatakan inginku.
Syukurku kepada Rabb-ku karena telah menjatuhkan cintaku kepadanya. Semoga ini suci... amiin Yaa Rabbal ‘alamiin.
Wahai Rabbul ‘Alamin...
Engkau yang memiliki langit dan bumi, Kau yang menyemai cinta di hamparan bumi ini, kuasa-Mu di atas segalanya. Begitupun cinta yang hamba rasakan di hati ini. Kembalikanlah ia seperti pertama datang ke hati hamba. Sertailah cinta ini dengan keridhoan-Mu. Agar sampai ke Surga-Mu. Amiin...
Tahukah, jika...
Aku ingin cinta ini adalah cinta yang kusambut karena kehalalannya. Cinta yang kunantikan di rumah sekaligus surga. Cinta yang kubukakan pintu saat dia pulang, membawa nafkah yang berkah Rabb menghiasinya. Cinta yang kucium tangannya kala ia akan pergi dan pulang bekerja. Cinta yang ingin kuhibur jika ia bersedih dan meminjamkan bahuku untuk ia bersandar di sampingku.
Juga kuingin cinta yang dapat selalu kubagi senyum termanisku untuknya. Cinta yang menegurku kala ku salah dan khilaf. Cinta yang menemaniku bersama menjalani hidup yang istiqomah di jalan Rabbi...
Kuingin cinta yang dapat berbagi semangat bersama-sama. Berbagi senyum, tawa, serta air mata. Cinta yang memegang kepercayaan dan kesetiaan. Cinta yang takkan membuatku menangis dikecewakan. Cinta yang memberiku kesempatan untuk belajar tentang sebenarnya hidup.
Juga, dia...
Cinta yang hadir dan pergi karena takdir Rabb-lah yang menghendakinya. Kemudian.. cinta yang kutemui kembali di surga-Nya...
Amiin. Insya Allah... ^_^
*Semoga cinta ini mendapati muara yang tepat, yang sejatinya berasal dari cinta dan cahaya Allah yang Maha Kasih mengirinya.
Amiin...
Langganan:
Postingan (Atom)